Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah saat ini menjadi salah satu
fokus pemerintah pusat guna meningkatkan akselerasi pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi nasional, terlebih lagi ketika saat ini persentase pertumbuhan ekonomi
Indonesia belum mencapai targetnya. Di tahun 2018 ini, pertumbuhan ekonomi
Indonesia baru mencapai angka 5,07% sedangkan target pertumbuhan ekonomi
Indonesia berada di angka 7%.
Pembangunan ekonomi nasional merupakan suatu fungsi dan agregasi dari
pembangunan daerah, bila ekonomi daerah maju dan berkembang, maka pembangunan
ekonomi nasional juga akan maju dan berkembang, daa saing nasional merupakan
agregasi dari daya saing daerah, total output nasional (PDB nasional) merupakan
jumlah total output daerah (PDRB daerah). Dalam perspektif ini, bukan karena
kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi nasional menyebabkan melambatnya
pertumbuhan perekonomian daerah, namun justru sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi
daerah di Indonesia masih berkisar diangka 5-6% dimana DKI Jakarta memiliki
pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 6,02%, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar
5,82% dan Nusa Tenggara Barat dengan pertumbuhan terendah sebesar 0,11%,
pertumbuhan ekonomi daerah ini tentu saja berimbas pada besarnya angka
pertumbuhan nasional. Bagaimana cara untuk
memberdayakan daerah agar lebih kompetitif, efisien, dan efektif, ini menjadi
tugas bersama. Persoalan-persoalan seperti rendahnya penyerapan anggaran,
system birokrasi, kualitas sumber daya manusia (SDM), mekanisme penganggaran
dengan DPRD, karakter pemimpin daerah, intervensi politik, dan kriminalisasi
merupakan faktor penghambat pertumbuhan ekonomi yang perlu dicarikan solusinya.
Disparitas dan kesenjangan kualitas birokrasi pusat dan antar daerah juga perlu
diselesaikan.
DPR RI telah mengesahkan bahwa Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) sebesar 2.260 trilliun, dengan rincian dana transfer ke
daerah sebesar 706,1 trilliun dan dana desa sebesar 60 trilliun. Yang menjadi
persoalan adalah bagaimana anggaran ini dapat memberikan efek pengganda (multiplayer
effect) yang tinggi bagi pertumbuhn ekonomi daerah. Dengan adanya UU No 32
Tahun 2004 yang disempurnakan menjadi UU NO 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan
daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang dana perimbangan pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah menempatkan pembangunan daerah menjadi poin penting dan
strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan memberikan perlindungan hukum
dari negara kepada pejabat dan pemimpin pemerintah daerah untuk mengembangkan
ekonomi daerahnya masing-masing dan perlindungan dari kriminalisasi kebijakan.
Selain itu diperlukan juga perlindungan dari intervensi politik yang dapat
mengancam effisiensi dari pembangunan daerah tersebut. Salah satu bentuk
intervensi politik yang merugikan adalah seringkali terjadi tekanan melalui
proyek titipan dengan ancaman pelepasan jabatan. Ancaman ini dikhawatirkan
dapat menurunkan manfaat dari pembangunan infrastruktur daerah dikarenakan mismatch antara kebutuhan daerah dan
program yang dilaksanakan.
Selain perlindungan dengan landasan hukum, penting
juga pemerintah pusat membantu peningkatan kompetensi dan kapabilitas pejabat
di daerah. Kemampuan dan kompetensi dari mulai perencanaan, penganggaran,
implementasi, sampai pemantauan perlu terus ditingkatkan. Kementerian Dalam
Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, serta Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dapat ditugaskan untuk membuat program percepatan
peningkatan kualitas SDM di daerah. Program pelatihan, workshop , sertifikasi,
dan pendidikan perlu segera disusun bagi birokrat di daerah. Hanya melalui hal
ini, besaran anggaran dana transfer daerah dan dana desa memiliki dampak sangat
besar bagi perekonomian daerah, karena para pimpinan daerah akan mendapatkan
wawasan dan ilmu tambahan tentang bagaimana cara mengelola system perekonomian
daerahnya sehingga pertumbuhan ekonominya dapat dimaksimalkan. Salah satu
program yang sudah mulai dilaksanakan pemerintah dalam upaya mengedukasi dan
meningkatkan kualitas para pejabat dan pimpinan daerah adalah melalui program
tahunan Bank Indonesia (BI) yaitu Economic Leadership for Regional Government
Leader. Program ini diadakan BI dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah yang berkelanjutan melihat peran penting BI yang semakin meningkat
terhadap pembangunan daerah semenjak dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Economic
Leadership For Regional Government
Bank Indonesia menyatakan
komitmennya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang stabil dan
berkelanjutan. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pembekalan terkait
ekonomi dan inovasi bagi para pemimpin daerah. Program itu dinamakan Economic
Leadership for Regional Government Leader. Program Economic Leadership for
Regional Government Leaders Angkatan III pada tanggal 17 s.d. 19 Januari 2018
bertempat di Kampus BINS Jakarta. Kegiatan yang berlangsung selama 3 (tiga)
hari tersebut dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo
dan diikuti oleh 35 unsur pimpinan daerah yang terdiri dari Bupati, Walikota,
Ketua DPRD serta Kapolres. Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi dari Bank
Indonesia, dan beberapa lembaga yaitu Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS),
Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi Pemerintah
Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia
(ADKASI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), dan POLRI untuk
mewujudkan pembangunan SDM Nasional dan kepemimpinan yang berkualitas.
Bank Indonesia memandang penting
untuk membantu, mendukung serta mensukseskan Kepala Pemerintahan Kabupaten,
Kota, Kepala DPRD Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia dalam melakukan
reformasi struktural dan mempercepat pembangunan ekonomi regional. Salah satu
strateginya adalah melalui pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas
dalam kepemimpinan ekonomi daerah dan nasional. Para pemimpin tersebut
diharapkan dapat menciptakan terobosan-terobosan dan menjadi Pembaharu Ekonomi
Regional Indonesia.
Bank Indonesia bekerjasama dengan
APKASI, APEKSI, ADKASI, dan ADEKSI, dalam menentukan para peserta yang akan
diundang untuk menghadiri kegiatan ini. Peserta yang hadir biasanya berasal
dari petinggi-petinggi di daerahnya masing-masing seperti contohnya para
walikota, wakil walikota, ketua DPRD, ketua kantor perwakilan BI, dan POLRI.
Pemilihan peserta undangan didasarkan pada fokus tahunan yang sudah
diinstruksikan oleh presiden, seperti pada tahun 2017 daerah yang diundang
berasal dari daerah yang memiliki potensi dibidang pertanian, dan 2018 berasal
dari daerah yang memiliki potensi pariwisata, sesuai dengan fokus dan tujuan
pemerintah pusat. Selain itu, salah satu faktor yang menjadi acuan dalam
menentukan peserta undangan adalah melihat Indikator Kinerja Utama (IKU) setiap
tahunnya yang diserahkan Perwakilan Bank Indonesia di daerah masing-masing. Jumlah peserta yang
diundang tiap angkatannya berkisar diangka 25-30 peserta dari seluruh
Indonesia.
Program ini diselenggarakan Bank
Indonesia melalui Bank Indonesia Institute yang merupakan program pembekalan
dan pengembangan kepemimpinan melalui kurikulum yang inovatif dan bersifat
transformative, Platform pembelajaran bagi eksekutif pemerintah dan legislatif
daerah ini disusun dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap isu-isu
terkini, tantangan nasional dan global, serta saling berbagi pengalaman antar
peserta terkait formulasi kebijakan yang telah diimplementasikan. Proses
pembelajaran ini akan mendorong pertukaran gagasan dan koordinasi antar peserta. Program ini diharapkan dapat
mendukung lahirnya pemimpin yang berkualitas, tidak hanya mahir dalam
kompetensinya sebagai pemimpin profesional, namun juga memiliki integritas
serta kepemimpinan yang luhur, Peserta diharapkan dapat memahami isu-isu
ekonomi terkini dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan bertukar gagasan
untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan,
bangsa Indonesia menghadapi tantangan baru akibat konstelasi ekonomi global dan
percepatan perubahan yang pesat, yang dipicu perkembangan eksponensial
teknologi. Menurutnya, digitalisasi, mobilitas dan keterhubungan telah
menciptakan platform-platform yang tidak melihat wilayah dan batas-batas
regional. Untuk menjawab tantangan dan merespon hal tersebut, pengembangan SDM
yang berkualitas dalam kepemimpinan ekonomi nasional dan regional menjadi
jawaban yang tepat
Lebih rinci, program ini akan
memaparkan strategi bagi pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas harga.
Selanjutnya adalah strategi dalam menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru
sesuai kondisi masing-masing daerah, program ini juga memaparkan strategi
koordinasi dan komunikasi antara pemerintah daerah dengan stakeholder. Program
ini juga mengunakan format pembelajaran dalam bentuk studi kasus dan
interactive sharing dari para peserta mengenai terobosan strategi yang telah
dilakukan di masing-masing daerah. Terakhir, program ini juga ditunjukan untuk
mengedukasi pemerintah daerah untuk mendayagunakan APBD dengan baik, terutama
dalam peningkatan efisiensi dan ketepatan pemanfaatan dan cara menciptakan
iklim investasi terutama dengan membuat regulasi yang ramah terhadap investor.
Program ini diharapkan dapat mendukung lahirnya pemimpin yang berkualitas,
tidak hanya mahir dalam kompetensinya sebagai pemimpin profesional, namun juga
memiliki integritas serta kepemimpinan yang luhur.
Tidak hanya memaparkan teori,
program ini juga menggunakan format pembelajaran dalam bentuk studi kasus dan interactive sharing dari para peserta
mengenai terobosan strategi yang telah dilakukan di masing-masing daerah. Ini merupakan sebagai bentuk sinergi antar
elemen pemerintah dalam menciptakan continuous
learning improvemement. Selain itu, forum sharing dan diskusi ini
diharapkan dapat memperluas frameworking
antara pemerintah daerah dalam membantu mengembangkan perekonomian daerahnya
masing-masing.
Economic
Leadership For Regional Government: Gaungan Keberhasilan Dan Program
Lanjutan
Sejak pertama kali diadakan pada tahun 2016, program
ini sudah berjalan sebanyak 4 kali atau 4 angkatan, dimana program ini diadakan
2 kali tiap tahunnya dan angkatan ke-5 yang akan diadakan pada Juli-Agustus
2018. Banyak sekali gaungan keberhasilan yang muncul akibat diadakannya program
ini, baik dari testimoni para anggota maupun dari kasus nyata dari program
lanjutan yang diadakan BI setelah mengadakan kegiatan ini. Banyak alumni
peserta yang merayakan manfaat yang mereka dapatkan dari program ini yang
dianggap memperluas pandangan mereka dalam mengelola ekonomi daerah mereka
masing-masing. Wawasan tambahan yang didapatkan berasal dari isi atau topik
yang dibawakan pembicara dan juga sesi sharing dan diskusi yang diadakan dalam
rangka memberi masukan dan saran tentang program terobosan dan inofatif yang
telah dilakukan oleh beberapa daerah sehingga dapat memperluas networking antar
daerah yang menjadi peserta.
Tentu saja pelatihan singkat yang
hanya dilaksanakan selama 3 hari ini belum tentu dapat memberikan dampak
langsung terhadap pertumbuhan perekonomian daerah pesertanya, tetap
dibutuhkannya program-program lanjutan yang harus dilakukan Bank Indonesia
dalam memaksimalkan pertumbuhan ekonomi daerah. Masih diperlukannya program
lanjutan dari Bank Indonesia dalam memaksimalkan potensi pertumbuhan ekonomi
daerah. Menurut Ibu Sempa Arih H.
Sitempu, Kepala Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia, program
lanjutan yang diadakan BI adalah menghubungkan daerah-daerah potensial ke
divisi cabang dari Bank Indonesia, seperti Divisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk
daerah yang fokusnya adalah membangun UMKMnya, Divisi Regional BI, dan Divisi
Riset BI yang akan membantu dan membimbing daerah tersebut dalam pembangunan
berkelanjutan. Beberapa contoh dari tindak lanjut Bank Indonesia setelah
program ini terjadi di Kabupaten Maros dan Kota Solo.
Setelah mengikuti Economic
Leadership For Regional Government Angkatan I pada Juli 2016, Bupati Maros,
Bapak Hatta Rahman bersama DPRD Maros dan Perwakilan Bank Indonesia di Sulawesi
merumuskan beberapa kebijakan guna memacu
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros, rumusan kebijakan itu antara kain terdiri
dari kewajiban untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemerintah
Kabupaten Maros untuk melakukan ekspose program untuk tahun 2017. Metode yang
dipakai Bupati Maros dengan system ekspose ini tidak umum digunakan di Sulawesi
Selatan bahkan di Indonesia. Ekspose ini bertujuan untuk mencegah SKPD membuat
program copy-paste dan tumpeng tindih sehingga tepat sasaran, terjadi efisiensi
penggunaan APBD sehingga penyerapan APBD dapat berada di level yang lebih baik,
dan program yang dibuat agar sesuai dengan tujuan awal pemerinta Kabupaten
Maros. Dibawah bimbingan BI, Maros terus menggenjot perekonomiannya hingga
terlihat hasil yang cukup baik. Terlihat dari data OJK, pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Maros berdasarkan PDRB harga konstan pada tahun 2014-2015 masih
berada pada kisaran 4-5% sedangkan pada tahun 2017 pertumbuhan ekonominya
mencapai 8,54%.
Salah satu bentuk program lanjutan
yang dilakukan BI adalah membuat program percontohan melalui riset dan
penelitian di daerah-daerah potensial yang belum disadari oleh masyarakat. Untuk
melaksanakan program lanjutan ini, BI bekerjasama dengan Divisi Corporate
Social Responsibility (CSR) BI, Divisi
Riset BI, dan Divisi UMKM BI dalam merumuskan dan merencanakan program
percontohan yang dimaksud. Salah satu program percontohan yang dimaksudkan
adalah program percontohan tanaman bawang di Kota Solo, Jawa Tengah. Selama ini
daerah penghasil komditas bawang yang paling dikenal adalah Kota Brebes,
padahal masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang dinilai cocok untuk daerah
produksi bawang, seperti Kota Solo. Dalam hal ini, BI bekerja sama dengan
Divisi Riset dan CSR untuk mengadakan riset dan penelitian lanjutan di solo
mengenai jenis tanah dan bibit yang cocok untuk program percontohan ini dan
diperoleh hasil yang cukup mengesankan dimana menggunakan cara yang telah
dikelola oleh BI ini dapat dihasilkan panen yang berkali-kali lipat.
Bank Indonesia Sebagai Penasihat
Pemerintah Dan Tantangan Dalam Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Melalui program lanjutan yang sudah di susun oleh BI,
pemerintah daerah diharapkan dapat melanjutkan dan mengembangkan rancangan
tersebut agar dapat memiliki efek multiplayer
yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerahnya masing-masing. Peran BI
disini hanya sebatas advicer atau
penasihat bagi pemerintah daerah. Tantang yang muncul dari pembangunan yang
berkelanjutan yang dirancang BI ini tentu saja memiliki beberapa tantangan
dalam pengembangannya, diantaranya adalah komitmen atau good will yang dimiliki pemerintah daerah. Kurangnya rasa peduli
yang dimiliki para petinggi-petinggi daerah yang hanya mementingkan kepentingan
diri sendiri ketimbang daerahnya tentu akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan
ekonomi daerahnya. Adanya program-program yang tidak sesuai rencana dan
melenceng dari rancangan awal yang telah dibuat, semata-mata hanya karena
program titipan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain komitmen dari
pemerintah daerah, biaya yang relatif tinggi dalam membuat program percontohan
seperti dikota solo juga menjadi salah satu tantangan yang dihadapi BI dan
PEMDA dalam upaya melancarkan program ini. Biasanya dibutuhkan skala produksi
yang tinggi agar dapat melaksanakan program percontohan ini dengan efisien dan
juga berada pada area economic of scale. Tantangan
lainnya biasanya ada pada sikap masyarakat itu sendiri dalam merespon bantuan
dan kebijakan yang sudah dikeluarkan baik oleh PEMDA maupun BI.
Analisa Kurva Aggregate Supply Dan
Aggregate Demand
Jika para peserta program Economic Leadership For
Regional Government dapat memanfaatkan dan memaksimalkan ilmu yang didapatkan
dari workshop dan program lanjutan yang diadakan BI untuk memacu pertumbuhan
ekonomi daerah, bukan tidak mungkin jika di tahun yang akan datang kita dapat
memperkirakan terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin baik dan
merata. Dilihat dari keberhasilan Kabupaten Maros dalam memanfaatkan program
ini, sangatlah wajar jika mengatakan program ini memiliki dampak yang signifikan
dalam upaya dan focus pemerintah saat ini. Pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB
harga konstan Kabupaten Maros yang meningkat sebesar 3% sejak kebijakan baru
yang dikeluarkan Bapak Hatta Rahman dengan bantuan dan dorongan BI merupakan bukti nyata dari program ini.
Selain itu penyerapan APBD yang meningkat dari hanya kisaran 60% di tahun 2015
menjadi 70% di tahun 2017 juga mengakibatkan meningkatnya produktivitas daerah
Maros. Jika di asumsikan daerah-daerah peserta program ini memiliki tingkat
keberhasilan yang sama dengan kabupaten Maros, maka dapat meningkatkan
produktivitas tiap daerah sehingga akan menggeser kurva Aggregate Supply (AS)
ke kanan atas. Akibat pergeseran kurva ini terlihat bahwa akan terjadi kenaikan
pertumbuhan ekonomi (Y) atau PDRB tiap daerah dan penurunan harga secara umum
yang tentu akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia.