Sabtu, 30 Juni 2018

ECON LIDERSIP


Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah saat ini menjadi salah satu fokus pemerintah pusat guna meningkatkan akselerasi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, terlebih lagi ketika saat ini persentase pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai targetnya. Di tahun 2018 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia baru mencapai angka 5,07% sedangkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 7%.  Pembangunan ekonomi nasional merupakan suatu fungsi dan agregasi dari pembangunan daerah, bila ekonomi daerah maju dan berkembang, maka pembangunan ekonomi nasional juga akan maju dan berkembang, daa saing nasional merupakan agregasi dari daya saing daerah, total output nasional (PDB nasional) merupakan jumlah total output daerah (PDRB daerah). Dalam perspektif ini, bukan karena kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi nasional menyebabkan melambatnya pertumbuhan perekonomian daerah, namun justru sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia masih berkisar diangka 5-6% dimana DKI Jakarta memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 6,02%, diikuti oleh DI Yogyakarta sebesar 5,82% dan Nusa Tenggara Barat dengan pertumbuhan terendah sebesar 0,11%, pertumbuhan ekonomi daerah ini tentu saja berimbas pada besarnya angka pertumbuhan nasional.  Bagaimana cara untuk memberdayakan daerah agar lebih kompetitif, efisien, dan efektif, ini menjadi tugas bersama. Persoalan-persoalan seperti rendahnya penyerapan anggaran, system birokrasi, kualitas sumber daya manusia (SDM), mekanisme penganggaran dengan DPRD, karakter pemimpin daerah, intervensi politik, dan kriminalisasi merupakan faktor penghambat pertumbuhan ekonomi yang perlu dicarikan solusinya. Disparitas dan kesenjangan kualitas birokrasi pusat dan antar daerah juga perlu diselesaikan.
DPR RI telah mengesahkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar 2.260 trilliun, dengan rincian dana transfer ke daerah sebesar 706,1 trilliun dan dana desa sebesar 60 trilliun. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana anggaran ini dapat memberikan efek pengganda (multiplayer effect) yang tinggi bagi pertumbuhn ekonomi daerah. Dengan adanya UU No 32 Tahun 2004 yang disempurnakan menjadi UU NO 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang dana perimbangan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah menempatkan pembangunan daerah menjadi poin penting dan strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan memberikan perlindungan hukum dari negara kepada pejabat dan pemimpin pemerintah daerah untuk mengembangkan ekonomi daerahnya masing-masing dan perlindungan dari kriminalisasi kebijakan. Selain itu diperlukan juga perlindungan dari intervensi politik yang dapat mengancam effisiensi dari pembangunan daerah tersebut. Salah satu bentuk intervensi politik yang merugikan adalah seringkali terjadi tekanan melalui proyek titipan dengan ancaman pelepasan jabatan. Ancaman ini dikhawatirkan dapat menurunkan manfaat dari pembangunan infrastruktur daerah dikarenakan mismatch antara kebutuhan daerah dan program yang dilaksanakan.
Selain perlindungan dengan landasan hukum, penting juga pemerintah pusat membantu peningkatan kompetensi dan kapabilitas pejabat di daerah. Kemampuan dan kompetensi dari mulai perencanaan, penganggaran, implementasi, sampai pemantauan perlu terus ditingkatkan. Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dapat ditugaskan untuk membuat program percepatan peningkatan kualitas SDM di daerah. Program pelatihan, workshop , sertifikasi, dan pendidikan perlu segera disusun bagi birokrat di daerah. Hanya melalui hal ini, besaran anggaran dana transfer daerah dan dana desa memiliki dampak sangat besar bagi perekonomian daerah, karena para pimpinan daerah akan mendapatkan wawasan dan ilmu tambahan tentang bagaimana cara mengelola system perekonomian daerahnya sehingga pertumbuhan ekonominya dapat dimaksimalkan. Salah satu program yang sudah mulai dilaksanakan pemerintah dalam upaya mengedukasi dan meningkatkan kualitas para pejabat dan pimpinan daerah adalah melalui program tahunan Bank Indonesia (BI) yaitu Economic Leadership for Regional Government Leader. Program ini diadakan BI dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan melihat peran penting BI yang semakin meningkat terhadap pembangunan daerah semenjak dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).


 Economic Leadership For Regional Government
Bank Indonesia menyatakan komitmennya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang stabil dan berkelanjutan. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pembekalan terkait ekonomi dan inovasi bagi para pemimpin daerah. Program itu dinamakan Economic Leadership for Regional Government Leader. Program Economic Leadership for Regional Government Leaders Angkatan III pada tanggal 17 s.d. 19 Januari 2018 bertempat di Kampus BINS Jakarta. Kegiatan yang berlangsung selama 3 (tiga) hari tersebut dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo dan diikuti oleh 35 unsur pimpinan daerah yang terdiri dari Bupati, Walikota, Ketua DPRD serta Kapolres. Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi dari Bank Indonesia, dan beberapa lembaga yaitu Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS), Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), dan POLRI untuk mewujudkan pembangunan SDM Nasional dan kepemimpinan yang berkualitas.
Bank Indonesia memandang penting untuk membantu, mendukung serta mensukseskan Kepala Pemerintahan Kabupaten, Kota, Kepala DPRD Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia dalam melakukan reformasi struktural dan mempercepat pembangunan ekonomi regional. Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dalam kepemimpinan ekonomi daerah dan nasional. Para pemimpin tersebut diharapkan dapat menciptakan terobosan-terobosan dan menjadi Pembaharu Ekonomi Regional Indonesia.
Bank Indonesia bekerjasama dengan APKASI, APEKSI, ADKASI, dan ADEKSI, dalam menentukan para peserta yang akan diundang untuk menghadiri kegiatan ini. Peserta yang hadir biasanya berasal dari petinggi-petinggi di daerahnya masing-masing seperti contohnya para walikota, wakil walikota, ketua DPRD, ketua kantor perwakilan BI, dan POLRI. Pemilihan peserta undangan didasarkan pada fokus tahunan yang sudah diinstruksikan oleh presiden, seperti pada tahun 2017 daerah yang diundang berasal dari daerah yang memiliki potensi dibidang pertanian, dan 2018 berasal dari daerah yang memiliki potensi pariwisata, sesuai dengan fokus dan tujuan pemerintah pusat. Selain itu, salah satu faktor yang menjadi acuan dalam menentukan peserta undangan adalah melihat Indikator Kinerja Utama (IKU) setiap tahunnya yang diserahkan Perwakilan Bank Indonesia  di daerah masing-masing. Jumlah peserta yang diundang tiap angkatannya berkisar diangka 25-30 peserta dari seluruh Indonesia.
Program ini diselenggarakan Bank Indonesia melalui Bank Indonesia Institute yang merupakan program pembekalan dan pengembangan kepemimpinan melalui kurikulum yang inovatif dan bersifat transformative, Platform pembelajaran bagi eksekutif pemerintah dan legislatif daerah ini disusun dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap isu-isu terkini, tantangan nasional dan global, serta saling berbagi pengalaman antar peserta terkait formulasi kebijakan yang telah diimplementasikan. Proses pembelajaran ini akan mendorong pertukaran gagasan dan koordinasi antar peserta. Program ini diharapkan dapat mendukung lahirnya pemimpin yang berkualitas, tidak hanya mahir dalam kompetensinya sebagai pemimpin profesional, namun juga memiliki integritas serta kepemimpinan yang luhur, Peserta diharapkan dapat memahami isu-isu ekonomi terkini dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan bertukar gagasan untuk menciptakan iklim ekonomi yang kondusif.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, bangsa Indonesia menghadapi tantangan baru akibat konstelasi ekonomi global dan percepatan perubahan yang pesat, yang dipicu perkembangan eksponensial teknologi. Menurutnya, digitalisasi, mobilitas dan keterhubungan telah menciptakan platform-platform yang tidak melihat wilayah dan batas-batas regional. Untuk menjawab tantangan dan merespon hal tersebut, pengembangan SDM yang berkualitas dalam kepemimpinan ekonomi nasional dan regional menjadi jawaban yang tepat
Lebih rinci, program ini akan memaparkan strategi bagi pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas harga. Selanjutnya adalah strategi dalam menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru sesuai kondisi masing-masing daerah, program ini juga memaparkan strategi koordinasi dan komunikasi antara pemerintah daerah dengan stakeholder. Program ini juga mengunakan format pembelajaran dalam bentuk studi kasus dan interactive sharing dari para peserta mengenai terobosan strategi yang telah dilakukan di masing-masing daerah. Terakhir, program ini juga ditunjukan untuk mengedukasi pemerintah daerah untuk mendayagunakan APBD dengan baik, terutama dalam peningkatan efisiensi dan ketepatan pemanfaatan dan cara menciptakan iklim investasi terutama dengan membuat regulasi yang ramah terhadap investor. Program ini diharapkan dapat mendukung lahirnya pemimpin yang berkualitas, tidak hanya mahir dalam kompetensinya sebagai pemimpin profesional, namun juga memiliki integritas serta kepemimpinan yang luhur.
Tidak hanya memaparkan teori, program ini juga menggunakan format pembelajaran dalam bentuk studi kasus dan interactive sharing dari para peserta mengenai terobosan strategi yang telah dilakukan di masing-masing daerah.  Ini merupakan sebagai bentuk sinergi antar elemen pemerintah dalam menciptakan continuous learning improvemement. Selain itu, forum sharing dan diskusi ini diharapkan dapat memperluas frameworking antara pemerintah daerah dalam membantu mengembangkan perekonomian daerahnya masing-masing.
Economic Leadership For Regional Government: Gaungan Keberhasilan Dan Program Lanjutan
            Sejak pertama kali diadakan pada tahun 2016, program ini sudah berjalan sebanyak 4 kali atau 4 angkatan, dimana program ini diadakan 2 kali tiap tahunnya dan angkatan ke-5 yang akan diadakan pada Juli-Agustus 2018. Banyak sekali gaungan keberhasilan yang muncul akibat diadakannya program ini, baik dari testimoni para anggota maupun dari kasus nyata dari program lanjutan yang diadakan BI setelah mengadakan kegiatan ini. Banyak alumni peserta yang merayakan manfaat yang mereka dapatkan dari program ini yang dianggap memperluas pandangan mereka dalam mengelola ekonomi daerah mereka masing-masing. Wawasan tambahan yang didapatkan berasal dari isi atau topik yang dibawakan pembicara dan juga sesi sharing dan diskusi yang diadakan dalam rangka memberi masukan dan saran tentang program terobosan dan inofatif yang telah dilakukan oleh beberapa daerah sehingga dapat memperluas networking antar daerah yang menjadi peserta. 
            Tentu saja pelatihan singkat yang hanya dilaksanakan selama 3 hari ini belum tentu dapat memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan perekonomian daerah pesertanya, tetap dibutuhkannya program-program lanjutan yang harus dilakukan Bank Indonesia dalam memaksimalkan pertumbuhan ekonomi daerah. Masih diperlukannya program lanjutan dari Bank Indonesia dalam memaksimalkan potensi pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Ibu Sempa Arih  H. Sitempu, Kepala Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia, program lanjutan yang diadakan BI adalah menghubungkan daerah-daerah potensial ke divisi cabang dari Bank Indonesia, seperti Divisi  Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk daerah yang fokusnya adalah membangun UMKMnya, Divisi Regional BI, dan Divisi Riset BI yang akan membantu dan membimbing daerah tersebut dalam pembangunan berkelanjutan. Beberapa contoh dari tindak lanjut Bank Indonesia setelah program ini terjadi di Kabupaten Maros dan Kota Solo.
            Setelah mengikuti Economic Leadership For Regional Government Angkatan I pada Juli 2016, Bupati Maros, Bapak Hatta Rahman bersama DPRD Maros dan Perwakilan Bank Indonesia di Sulawesi merumuskan beberapa kebijakan guna  memacu pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros, rumusan kebijakan itu antara kain terdiri dari kewajiban untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Pemerintah Kabupaten Maros untuk melakukan ekspose program untuk tahun 2017. Metode yang dipakai Bupati Maros dengan system ekspose ini tidak umum digunakan di Sulawesi Selatan bahkan di Indonesia. Ekspose ini bertujuan untuk mencegah SKPD membuat program copy-paste dan tumpeng tindih sehingga tepat sasaran, terjadi efisiensi penggunaan APBD sehingga penyerapan APBD dapat berada di level yang lebih baik, dan program yang dibuat agar sesuai dengan tujuan awal pemerinta Kabupaten Maros. Dibawah bimbingan BI, Maros terus menggenjot perekonomiannya hingga terlihat hasil yang cukup baik. Terlihat dari data OJK, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros berdasarkan PDRB harga konstan pada tahun 2014-2015 masih berada pada kisaran 4-5% sedangkan pada tahun 2017 pertumbuhan ekonominya mencapai 8,54%.
            Salah satu bentuk program lanjutan yang dilakukan BI adalah membuat program percontohan melalui riset dan penelitian di daerah-daerah potensial yang belum disadari oleh masyarakat. Untuk melaksanakan program lanjutan ini, BI bekerjasama dengan Divisi Corporate Social Responsibility (CSR) BI, Divisi  Riset BI, dan Divisi UMKM BI dalam merumuskan dan merencanakan program percontohan yang dimaksud. Salah satu program percontohan yang dimaksudkan adalah program percontohan tanaman bawang di Kota Solo, Jawa Tengah. Selama ini daerah penghasil komditas bawang yang paling dikenal adalah Kota Brebes, padahal masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang dinilai cocok untuk daerah produksi bawang, seperti Kota Solo. Dalam hal ini, BI bekerja sama dengan Divisi Riset dan CSR untuk mengadakan riset dan penelitian lanjutan di solo mengenai jenis tanah dan bibit yang cocok untuk program percontohan ini dan diperoleh hasil yang cukup mengesankan dimana menggunakan cara yang telah dikelola oleh BI ini dapat dihasilkan panen yang berkali-kali lipat.
Bank Indonesia Sebagai Penasihat Pemerintah Dan Tantangan Dalam Pertumbuhan Ekonomi Daerah
            Melalui program lanjutan yang sudah di susun oleh BI, pemerintah daerah diharapkan dapat melanjutkan dan mengembangkan rancangan tersebut agar dapat memiliki efek multiplayer yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerahnya masing-masing. Peran BI disini hanya sebatas advicer atau penasihat bagi pemerintah daerah. Tantang yang muncul dari pembangunan yang berkelanjutan yang dirancang BI ini tentu saja memiliki beberapa tantangan dalam pengembangannya, diantaranya adalah komitmen atau good will yang dimiliki pemerintah daerah. Kurangnya rasa peduli yang dimiliki para petinggi-petinggi daerah yang hanya mementingkan kepentingan diri sendiri ketimbang daerahnya tentu akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan ekonomi daerahnya. Adanya program-program yang tidak sesuai rencana dan melenceng dari rancangan awal yang telah dibuat, semata-mata hanya karena program titipan dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Selain komitmen dari pemerintah daerah, biaya yang relatif tinggi dalam membuat program percontohan seperti dikota solo juga menjadi salah satu tantangan yang dihadapi BI dan PEMDA dalam upaya melancarkan program ini. Biasanya dibutuhkan skala produksi yang tinggi agar dapat melaksanakan program percontohan ini dengan efisien dan juga berada pada area economic of scale. Tantangan lainnya biasanya ada pada sikap masyarakat itu sendiri dalam merespon bantuan dan kebijakan yang sudah dikeluarkan baik oleh PEMDA maupun BI.


Analisa Kurva Aggregate Supply Dan Aggregate Demand

            Jika para peserta program Economic Leadership For Regional Government dapat memanfaatkan dan memaksimalkan ilmu yang didapatkan dari workshop dan program lanjutan yang diadakan BI untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah, bukan tidak mungkin jika di tahun yang akan datang kita dapat memperkirakan terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin baik dan merata. Dilihat dari keberhasilan Kabupaten Maros dalam memanfaatkan program ini, sangatlah wajar jika mengatakan program ini memiliki dampak yang signifikan dalam upaya dan focus pemerintah saat ini. Pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB harga konstan Kabupaten Maros yang meningkat sebesar 3% sejak kebijakan baru yang dikeluarkan Bapak Hatta Rahman dengan bantuan dan dorongan BI  merupakan bukti nyata dari program ini. Selain itu penyerapan APBD yang meningkat dari hanya kisaran 60% di tahun 2015 menjadi 70% di tahun 2017 juga mengakibatkan meningkatnya produktivitas daerah Maros. Jika di asumsikan daerah-daerah peserta program ini memiliki tingkat keberhasilan yang sama dengan kabupaten Maros, maka dapat meningkatkan produktivitas tiap daerah sehingga akan menggeser kurva Aggregate Supply (AS) ke kanan atas. Akibat pergeseran kurva ini terlihat bahwa akan terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi (Y) atau PDRB tiap daerah dan penurunan harga secara umum yang tentu akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia.





Rabu, 13 Juni 2018

investasi


PENINGKATAN PENGETAHUAN MASYARAKAT AKAN PENTINGNYA BERINVESTASI DALAM USAHA PENGENTASAN KEMISKINAN












BAB 1

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang


Kemiskinan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang. Masalah kemiskinan ini menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah kemiskinan tersebut sebagai upaya untuk mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan.

Di Indonesia sendiri, kemiskinan masih menjadi problematika yang masih menjadi tugas bagi pemerintah. Data OJK tahun 2018 menunjukan tingkat kemiskinan Indonesia masih berada di titik yang cukup mengkhawatirkan, hal indi ditunjukan dengan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yang mencapai  6,8-7 juta oran, 4,4% dari seluruh penduduk Indonesia  dimana provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi di Jawa Barat yaitu 8,16% dan terendah ada di Provinsi Bali yang hanya 0,8%. Tingkat pengangguran di Indonesia masih lebih tinggi dari Myanmar dan Timor Leste yang berada pada kisaran 4,1%, Malaysia 3,30%, singapura 2%, dan Thailand di angka 1,2%.

Salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia adalah dengan cara melakukan investasi ke daerah – daerah potensial. Ha ini dilakukan  karena investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Investasi ini juga erat kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja sehingga dapat menurunkan angka pengangguran. Akan tetapi pentingnya investasi belum didorong oleh kesadaran masyarakat untuk berinvestasi, di tahun 2018 tercatat bahwa masyarakat yang berinvestasi hanya 0,4% dari seluruh penduduk di Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan tentang kemiskinan dan rendahnya tingkat investasi, maka penulis mencoba membahas:
1.      Bagaimanakah keadaan kemiskinan dan tingkat investasi di Indonesia?
2.      Apa saja hambatan- hambatan yang dihadapi dalam meningkatkan investasi di Indonesia?
3.      Bagaiman edukasi dapat mendorong pertumbuhan tingkat investasi di Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Mengetahui  keadaan kemiskinan dan tingkat investasi di Indonesia.
2.      Mengetahui Apa saja hambatan- hambatan yang dihadapi dalam meningkatkan investasi di Indonesia.
3.      Mengetahui Bagaimaa edukasi dapat mendorong pertumbuhan tingkat investasi di Indonesia.

1.4  Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Sebagai data untuk menunujukan keadaan tingkat kemiskinan dan investasi di Indonesia.
2.      Sebagai sumber  pengetahuan bagi masyarakat tentang pentingnya investasi.
3.      Untuk menambah kemampuan penulis dalam menulis makalah agar dapat bermanfaat dimasa mendatang.


















BAB II

 LANDASAN TEORI


2.1 Teori Kemiskinan


kemiskinan adalah sebuah kondisi dimana kemampuan kehidupan seseorang maupun berkelompok masyarakat yang hidup dibawah garis yang di tetapkan oleh pemerintah dalam hal ini mengenai ekonomi. Jadi kemiskinan adalah suatu bentuk kegagalan perkembangan ekonomi oleh pemerintah. Karena tingkat kesejahteraan masyarakat di tentukan oleh kebijakan ekonomi pemerintah.
Penyebab Kemiskinan
1.      Market Failure
Hal ini dapat terjadi ketika sebagian kelompok miskin termasuk angkatan kerja memperoleh upah kerja yang dibawah standar kebutuhan hidup layak (KHL) untuk mencukupi kebutuhan poko (sandang, pangan, kesehatan, pendidikan).
2.      Political Failure
Kejadian ini bisa saja akan terulang kembali seperti sebuah siklus daur hidup kehidupan, dimana struktur politik ekonomi yang telah ada dan kebijakan yang di jalankan menyebabkan distorsi dalam penyampaian kepeningan kelompok miskin. Terjadinya ketidakpastian arah perkembangan ekonomi.
Jika dalam sebuah wilayah baik itu dalam bentuk kenegaraan maupun dalam bentuk daerah setingkat provinsi, kabupaten dan kota tejadi dua hal utma diatas maka kombinasi yang disebabkan keduanya dapat memperparah kondisi dan mempersempit ruang gerak untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Menurut World Bank (2005), kemiskinan di definiskan sebagai bentuk deprivasi dalam kesejahteraan. Dan perampasan terhadap kebebasan untuk mencapai sesuatu dalam hidup seseorang. Keberagaman dalam merumuskan pandangan terhadap kemiskinan dapat diartikan bahwa kemiskinan merupakan fenomena multidimensi. Fenomena – fenomena ini yang sulit terdefinisi secara mutlak sebagai suatu pengertian khusus. Namun demikian, World Bank menyatakan bahwa kemiskinan tetap harus diukur dalam bentuk parameter khusus sebagai gambaran untuk pengambilan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Parameter pengukuran yang dimaksud adalah
Jenis Kemiskinan
1. Kemiskinan Relatif
Kemisikinan relative dapat dipengaruhi oleh pakem kebijakan pemerintah dalam membangun perekonomian dimana hasil pemerataan pembangunan ekonomi belum mencapai lapisan masyarakat terbawah sehingga gradasi sejahtera nampak sangat mencolok terkait jumlah penghasilan dalam standar minimum. Di mana, standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu Negara pada waktu tertentu.
2. Kemiskinan Absolute
Secara statistic, kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mecakupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperluka untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahan sebagai ukuran finansial dalam beentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Garis kemiskinan diukur dalam bentuk jumlah pedapatan yang dihasilkan dalam suatu periode, apabila pendapatan tersebut berada dibawah garis yang ditetapkan, maka dapat tergolong kategori miskin.

Garis kemiskinan absolut bersifat “tetap (tidak berubah)” dalam hal standar hidup, garis kemiskinan absolute mampu membandingkan kemiskinan secara umum, di mana garis kemiskinan absolut akan menjadi sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suat proyek terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan secara alamiah akan terbentuk untuk membandingkan antara satu dan lainnya.

Faktor Yang Mempengaruhi  Kemiskinan
Dalam data statistic yang dikeluarkan oleh BPS, konsep kemiskinan merujuk pada kemampuan seseorang atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar yang dirumuskan sebagai ketidak mampuan seseorang yang diukur dari sisi ekonomi yang dimana pergerakan jumlah fluktuatif angka kemiskinan yang sering kali berubah di sebabkan oleh berapa factor penyebab terjadinya kemiskinan di sebuah wilayah, antara lain :
1. Tingkat Pendidikan Yang Rendah
Factor pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang mana jika tidak terpenuhi akan menjadi bom waktu yang menyebabkan seseorang kurang mempunyai ketrampilan tertetu yang diperlukan dalam kehidupannya yang berakibat pada keterbatasan kemampuan untuk memasuki dunia kerja.
2. Faktor Malas bekerja
Hal ini merupakan penyakit yang sering sekali menjangkiti seseorang untuk maju dan merubah nasibnya, banyak beranggapan bahwa nasib dan takdir dalam kemiskinan adalah sebuah jalan hidup sehingga menyebabkan seseorang acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.



3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Ketidakstabilan ekonomi dan ketidakpastian arah politik dan kebijakan sebuah Negara maupun wilayah akan langsung membawa konsekusensi keterbatasan lapangan kerja yang berdampak langsung dalam mendorong terjadinya kemiskinan.
4. Keterbatasan Modal
Sebuah idiom klasik ketika memutuskan untuk merubah taraf hidup untuk lebih baik, tidak memiiki modal dalam rangka menerapkan ketrampilan yang dimiliki untuk menghasilkan sesuatu.
5. Beban Keluarga
Merupakan permasalahan yang sangat serius ketika banyaknya jumlah anggota keluarga tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang akan menimbulkan kemiskinan, karena se-iring banyaknya anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan dan beban hidup yang harus dipenuhi.
Dampak Kemiskinan
Kemiskianan memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan, yang mana kemiskinan tak hanya sebagai beban pribadi tetapi juga menjadi beban masyarakat, Negara dan dunia utuk mengentaskannya. Kemiskinan yang mendera pada seseorang dapat berdampak sangat serius terhadap kehidupan keluarganya, antara lain : perkembangan kehidupan anak, penyakit social, kerusahan, ketidakteraturan akan aturan tata tertib.

2.2                        Teori Investasi


Perhitungan Investasi harus konsisten dengan perhitungan pendapatan nasional. Yang dimasukkan dalam perhitungan investasi adalah barang modal, bangunan / kontruksi, maupun persediaan barang jadi yang masih baru.
Investasi merupakan konsep aliran (flow concept), karena dihitung selama satu internal periode tertentu. Tetapi investasi akan memengaruhi jumlah barang modal yang tersedia (capital stock) pada satu periode tertentu. Tambahan stok barang modal adalah sebesar pengeluaran investasi satu periode sebelumnya.

1.      Investasi dalam bentuk barang modal dan bangunan

Yang tercangkup dalam invesatasi barang modal (capital goods) dan bangunan (construction) adalah pengeluaran – pengeluaran untuk pembelian pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan-peralatan produksi dan bangunan-bangunan atau gedung-gedung yang baru. Karena daya tahan barang modal dan bangunan pada umumnya lebih dari setahun, seringkali investasi ini disebut sebagai investasi dalam bentuk harta tetap (fixed investment).



2.      Investasi persediaan

Berdasarkan pertimbangan, perusahaan seringkali harus memproduksi lebih banyak daripada target penjualan. Misalnya, sebuah pabrik mobil menargetkan penjualan tahun 2.000 adalah 50.000 unik. Tidaklah berarti produksinya harus 50.000 unit juga. Umumnya produksinya melebihi tingkat penjualan. Sebut saja 60.000 unit. Selisih 10.000 unit merupakan persediaan, untuk mengatisipasinya berbagai kemungkinan. Tentu saja investasi persediaan diharapkan meningkatkan penghasilan / keuntungan.
Kriteria Investasi
Minimal ada 4 kriteria investasi yang digunakan dalam praktik, yaitu :
1.            Payback Period

Payback period (periode pulag pokok) adalah waktu yang dibutuhkan agar investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun kita harus mempertimbangkan criteria payback ini. Sebab, ada investasi yang baru menguntungkan dalam jangka panjang (>5 tahun).

2.            Benefit / cost ratio (B/C Ratio)

B/C Ratio mengukur mana yang lebih besar, biaya yang dikeluarkan disbanding hasil output yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan dinotasikan sebagai C (Cost). Output yang dihasilkan sebagai B (benefit). Jika nilai B/C sama dengan 1 maka B = C yang dihasilkan sama dengan biaya yang dikeluarkan.

3.            Net Present Value (NPV)

Keuntungan lain dengan menggunakan metode diskonto adalah kita dapat langsung menghitung selisih nilai sekarang dari biaya total dengan penerimaan total bersih. Selisih inilah yang disebut net present value. Suatu proposal investasi akan diterima jika NPV > 0, sebab nilai sekarang dari permintaan total lebih besar daripada nilai sekarang dari biaya total.

4.            Internal  Rate of return ( IRR )

Internal rate of return ( IRR ) adalah nilai tingkat pengembalian investasi, dihirung pada saat NPV sama dengan nol. Jika pada saat NPV = 0, nilai IRR = 12%, maka tingkat pengembalian investasi adalah 12%. Keputusan menerima atau menolak rencana investasi dilakukan berdasarkan hasil perbandingan IRR dengan tingkat pengembalian investasi yang di inginkan (r). jika r yang diinginkan adalah 15%, sementara IRR hanya 12%, proposal invastasi ditolak. Begitu juga sebaliknya.




Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Investasi

1.       Tingkat pengembalian Yang Diharapkan ( Expected Rate Of Return )
Kemampuan perusahaan menentukan tingkat investasi yang diharapkan, sangat dipengaruhi  oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan.

2.      Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal adalah factor-faktor yang berada di bawah control perusahaan, misalnya tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan. Ketiga aspek tersebut berhubungan positif dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Artinya, makin tinggi tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi, maka tingkat pengembalian yang diharapkan makin tinggi.

3.      Kondisi Eksternal Perusahaan
Kondisi eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan investasi terutama adalah perkiraan tentang tingkat produkdi dan pertumbuhan ekonomi domestic maupun internasional. Jika diperkirakan tentang masa depan ekonomi nasional maupun dunia bernada optimis, biasanya tingkat investasi meningkat, karena tingkat pengembalian investasi dapat dinaikkan.
Selain perkiraan kondidi ekonomi, kebijakan yang ditempuh pemerintah juga dapat menentukan tingkat investasi. Kebijakan menaikkan paak, misalnya, diperkirakan akan menurunkan tingkat permintaan akan agregat. Akibatnya tingkat investasi akan menurun. Factor sosial politik juga menentukan gairah investasi, jika sosial-politik makin stabil, investasi umumnya juga meningkat. Demikian pula factor keamanan (kondisi keamanan Negara).

5.            Biaya investasi
Yang paling menentukan tingkat biaya investasi adalah tingkat bungan pinjaman ; makin tinggi tingkat bunganya, maka biaya investasi makin mahal. Akibatnya minat berinvestasi makin menurun. Namun , tidak jarang,walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minta akan investasi tetap rendah. Hal ini disebabkan biaya tota investasi masih tinggi. Factor yang mempengaruhi terutama adalah masalah kelembagaan.

6.    Marginal efficiency of capital (MEC), tingkat bunga, dan marginal efficieny of investment (MEI)
a. Marginal efficiency of capital (MEC),Invetasi, dan tingkat bunga
Yang dmaksud dengan marginal efficiency of capital (MEC) atau efisiensi modal marjinal (EMM) adalah tingkat pengembalian yang di harapkan (expected rate of return) dari setiap tambahan barang modal.
b. Marginal efficiency of capital (MEC) dan marginal efficiency of investment (MEI)
Sama halnya dengan kurva permintaan akan investasi, kurva MEC secara nasional dapat di turunkan dengan menjumlahkan secara horizontal kurva-kurva MEC dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam perekonimian tetapi ada beberapa ekonom yang tidak sependapatan dengan cara penurunan kurva MEC. Padahal jika permintaan barang akan modal secara nasional meningkat, logikanya tingkat bunga akan naik. Akibatnya kenaikan permintaan akan investasi tidak sebesar lurva MEC . kurva yang lebih relevan adalah kurva yang marginal efficiency of investment (MEI) atau efisiensi investasi marginal (EIM)
Jadi,dapat disimpulkan bahwa Investasi (Penanaman Modal) adalah pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat.Dan Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal.



BAB III KEMISKINAN DAN TINGKAT INVESTASI DI INDONESIA


3.1            Tingkat Kemiskinan di Indonesia


Pemerintah terus berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Sosial tahun 2017 terdapat 26,58 juta penduduk miskin atau sekitar 10,12 persen di Indonesia. Demikian disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham dalam Dialog Nasional  Indonesia Maju di Sragen, Jawa Tengah, Sabtu (31/3/2018). Idrus menjelaskan, angka kemiskinan di Indonesia sekarang turun 1,2 juta jiwa atau sekitar 0,5 persen. "Sekarang ini angka kemiskinan di Indonesia turun sebanyak 1,2 juta jiwa," kata Idrus. Idrus menyatakan pemerintah terus melakukan perluasan terhadap penerima keluarga manfaat program keluarga harapan (PKH). Perluasan program ini dinilai efektif dan mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. "Pemerintah menargetkan angka kemiskinan di tahun 2019 nanti turun 9 persen," jelas dia. Oleh sebab itu, pihaknya menegaskan perlu ada pengetatan validasi terhadap keluarga penerima manfaat PKH agar tepat sasaran. Sehingga program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tersebut benar-benar tepat sasaran. Sementara itu, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati yang juga hadir dalam dialog nasional memaparkan, Kabupaten Sragen masuk dalam zona merah kemiskinan. Menurut dia angka kemiskinan di Sragen mencapai 13,8 persen. "PR (pekerja rumah) kita yang utama adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan. Kita ingin nantinya bisa mengikuti target nasional bahwa angka kemiskinan turun menjadi 9 persen," ungkap dia. Dirinya mengaku dapat masukan dari Mensos tentang bagaimana mengentaskan kemiskinan di Sragen. Sebab, kata Yuni, angka kemiskinan di Sragen masih lebih tinggi dari Jawa Tengah yakni 11 persen dan nasional 10,12 persen. "Kita berusaha menurunkan itu (angka kemiskinan). Beberapa pengarahan sudah disampaikan Bapak Menteri sehingga menjadi target kita ke depan," paparnya. (sunber: ekonomi.kompas.com)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menyebutkan Rencana Kerja Pemerintah untuk target persentase kemiskinan pada 2018 ini berada di kisaran 9,5 – 10 persen. Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan saat ini adalah momentum baik untuk menurunkan angka kemiskinan Indonesia hingga mencapai single digit.

Angka kemiskinan Indonesia pada September 2017 lalu berada di level 10,12 persen dengan jumlah absolut sebesar 26,58 juta jiwa. Pada 2016, sebesar 10,70 persen atau sebesar 27,76 juta jiwa.

“Tingkat kemiskinan pada September 2017 mencapai titik terendah selama hampir dua dekade, yaitu menjadi sebesar 10,12 persen. Terjadi pengurangan sekitar 1,18 juta jiwa penduduk miskin, padahal sebelumnya rata-rata penurunan kemiskinan hanya kurang dari 500 ribu orang per tahun,” kata Bambang di kantor Kementerian PPN/Bappenas Jakarta pada Selasa (9/1/2018).

Ia menambahkan, faktor pendorong penurunan angka kemiskinan ini meliputi inflasi 2017 yang terjaga dan stabil dalam rentang target 4 kurang lebih 1 persen. Dalam kurun waktu Maret-September 2017, inflasi umum dapat dijaga pada tingkat 1,45 persen dan pemerintah berhasil menjaga stabilitas harga pada Hari Raya Lebaran, terutama komponen makanan.

Selain itu, meningkatnya upah riil buruh tani sebesar 1,05 persen dalam 6 bulan terakhir. Ia mengatakan, buruh tani adalah salah satu tenaga kerja yang tergolong miskin paling banyak. “Peningkatan upah riil buruh tani sangat membantu peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini mendukung menurunnya kemiskinan di perdesaan,” ujar Bambang.

Faktor selanjutnya, adanya integrasi program-program penanggulangan kemiskinan. “Kalau kita bisa integrasikan program untuk penurunan tingkat kemiskinan, maka target penurunan kemiskinan dapat lebih cepat tercapai,” ungkapnya.

Ada pun integrasi program-program penanggulangan kemiskinan yang dimaksud meliputi. Pertama, perbaikan basis data untuk target dan penyaluran non tunai melalui satu kartu. Kedua, penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) yang terintegrasi dengan bantuan lain untuk mendorong akumulasi aset/tabungan dan kases layanan lainnya.

Ketiga, reformasi subsidi pangan dan energi tepat sasaran; dan keempat adalah optimalisasi penggunaan dana desa yang turut menurunkan kemiskinan di wilayah perdesaan.

“Mengurangi subsidi menjadi bentuk reformasi subdisi agar tepat sasaran. Subsidi dialihkan menjadi bantuan langsung, dalam bentuk bantuan sosial. Kalau kerja sama itu case by case kami terbuka juga. Tapi biasanya, perusahaan CSR ada target sendiri. Zakat juga. Yang bisa kami lakukan adalah koordinasi,” terangnya.

Dalam perbaikan penyaluran bantuan ini, pemerintah akan lebih berhati-hati, seperti untuk perluasan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). “BPNT ini ujung tombak karena KIS (Kartu Indonesia Sehat) dan KIP (Kartu Indonesia Pintar) relatif sudah tepat sasaran. Yang relatif kurang tepat sasaran adalah rastra (beras sejahtera). Jadi jurus untuk single digit adalah penguatan tepat sasaran dengan BPNT,” ujarnya. (sumber: tirto.id)

3.2            Tingkat Investasi Di Indonesia


Tahun 2018 diprediksi menjadi tahun dengan iklim investasi tepat di pasar modal. Hanya, ada beberapa faktor yang akan memengaruhi laju saham Indonesia.

Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi menjelaskan, tahun ini masih memberikan harapan positif bagi kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada di atas pertumbuhan ekonomi global.

"Walaupun di 2018 ini, akan menjadi tahun politik. Banyak pihak yang memprediksi akan terjadi sedikit penurunan terhadap laju saham di Indonesia," ujar Gundy melalui keterangan resmi, Kamis, (22/2).

Menurut dia, kondisi pasar modal Indonesia sudah cukup kebal dengan pengaruh politik. Sebab, sudah teruji pada 2004, 2009, dan 2014.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menambahkan, faktor yang berkontribusi dalam pergerakan bursa saham, khususnya di Indonesia, terbagi dalam faktor dan mikro. "Faktor makro tentunya meliputi bagaimana report negara kita, terutama terkait dengan stabilitas nilai rupiah, tingkat inflasi, pengelolaan fiskal, dan faktor fundamental perusahaan," kata dia.

Lebih lanjut, Samsul menjelaskan, pertumbuhan positif pasar Indonesia. Pada 2012 sampai 2017 tingkat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh sebesar 7,1 per tahun. Sejalan dengan pertumbuhan IHSG, aktivitas transaksi pada 2012 sampai 2017 pun tumbuh dari Rp 4 triliun ke Rp 7,5 triliun.

Sementara dari sektor eksternal, kata dia, Amerika Serikat masih menjadi kiblat pasar modal. Kekhawatiran terhadap presiden baru AS serta kebijakan pemerintah AS dalam hal menurunkan suku bunga dan menaikkan pajak yang awalnya menjadi pertimbangan bagi investor, ternyata tidak terbukti, malah cukup prudent dalam menjalankan pemerintah.

Ia memperkirakan, kebijakan AS untuk meningkatkan suku bunga dan menaikkan pajak akan menarik dana-dana global dan menjadi kalkulasi pra investor. "Mereka cenderung akan mengamankan investasi mereka di emerging markets dan akan sangat berhati-hati pada pada profit taking," kata Samsul.

Kemudian, pertumbuhan investor domestik dalam dua tahun terakhir mencapai 200 ribu, dari yang sebelumnya sebanyak 400 ribu investor, menjadi 600 ribu investor. "Daya serap pasar domestik kita cukup baik," kata Samsul.

Mungkin ini, kata dia, merupakan dampak dari kegiatan pengampunan pajak yang dibuat oleh pemerintah waktu itu, di mana dana-dana tax amnesty dimanfaatkan atau dimasukkan ke sektor pasar modal. Kondisi ini diharapkan mampu membuat pasar modal Indonesia lebih stabil terhadap perubahan-perubahan pasar dunia. (sumber: republika.co.id)




3.3            Faktor Penghambat Pertumbuhan Tingkat Investasi Indonesia


Bank Dunia melihat iklim investasi di Indonesia belum bisa tumbuh maksimal karena ada beberapa faktor penghambat. Salah satu penghambat tersebut adalah adanya aturan-aturan yang tidak menguntungkan bagi investor.

Setidaknya, saat ini terdapat 100 peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait skema pendanaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau Public Privat Partnership (PPP) yang tidak konsisten. Kondisi tersebut selama ini menghambat masuknya investasi swasta dalam berbagai pembangunan proyek.

Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim mengungkapkan, ada beberapa penyebab pembiayaan sektor swasta di Indonesia masih terhambat. Salah satunya mengenai peraturan-peraturan yang tidak menguntungkan swasta guna menanamkan modal dalam pembangunan proyek infrastruktur di Tanah Air.

"Kami sudah mengidentifikasi 100 peraturan perundang-undangan yang mengatur PPP yang tidak konsisten satu sama lain, dan kurang menguntungkan swasta," kata Kim saat acara Indonesia Infrastructure Finance Forum di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Kim menjelaskan, peraturan tersebut seringkali lebih menguntungkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ketimbang swasta. BUMN lebih mudah mendapatkan proyek, dan sebagainya. "BUMN seyogyanya tidak diberikan hak pengelolaan proyek. Harus ada mekanisme kompetisi di sini untuk mendorong praktik terbaik di sektor infrastruktur," tegasnya.

Lebih jauh, tuturnya, pemerintah Indonesia harus segera memperbaiki regulasi, pengelolaan BUMN dengan merevisi insentif dan mempersiapkan perencanaan proyek secara matang supaya jelas bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat.

"Ini dilakukan untuk menarik lebih banyak swasta dalam pendanaan proyek infrastruktur. Karena Indonesia membutuhkan investasi US$ 500 miliar dalam 5 tahun ke depan guna mengurangi kesenjangan infrastruktur. Itu berarti, belanja infrastruktur naik dari 2 persen menjadi 4,7 persen dari PDB atau dua kali lipat di 2020," ujar Kim.

Akan tetapi, faktanya, Kim menambahkan, anggaran pemerintah sangat terbatas karena pengumpulan pajak yang belum maksimal serta defisit anggaran yang dibatasi tidak boleh lebih dari 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Pemerintah Indonesia, sambungnya, hanya mampu memungut pajak kurang dari 50 persen dari potensi yang ada, karena rasio pajak terhadap PDB mengalami penurunan dari 11,4 persen menjadi 10,4 persen. "Bahkan pemungutan pajak di Indonesia lebih rendah dari Filipina yang 13,6 persen, sedangkan tantangannya sama dengan kita," jelas Kim.

Kim menegaskan, Bank Dunia mendukung pemerintah Indonesia melaksanakan reformasi perpajakan untuk bisa meningkatkan rasio pajak 1,1 persen terhadap PDB. "Seluruh dunia sedang melihat Indonesia karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ekonomi Indonesia sudah naik 10 kali lipat dibanding periode 1990-an sehingga memberikan daya tarik bagi dunia," ia menerangkan.

Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas Abiprayadi Riyanto menyatakan pengetahuan minim soal pasar modal menjadi penyebab kurang berkembangnya investasi jangka panjang seperti saham.

Abiprayadi mengatakan, hal tersebut terlihat dari jumlah investor di saham yang saat ini hanya sekitar 600 ribu. Padahal manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memberikan kemudahan dalam investasi.

"Pemahaman investasi itu sendiri, misal BEI dulu 1 lot 500 lembar sekarang 100 mudah dan makin murah. Pertanyaannya saham apa, edukasi ini belum tersentuh," ujarnya.

Dia pun mengatakan, saham sendiri memiliki imbal hasil yang besar. Itu dibuktikan dari harga saham yang membengkak dari tahun ke tahun."Saya kasih contoh waktu PT Bank Mandiri Tbk go public sahamnya Rp 650. Sekarang Rp 12 ribu itu 20 kalilipat," ujar Abiprayadi.

Hal senada diungkapkan Direktur Utama PT Syailendra Capital Jos Parengkuan yang menyatakan jika pemahaman investasi merupakan kendala saat ini. Dia menuturkan, selama ini masyarakat Indonesia menjadikan perbankan sebagai panduan investasi masyarakat.

"Mereka lupa kalau uang bank 8 persen per tahun, suku bunga bank dekat inflasi.

Nyatanya, inflasi tersebut tidak jauh dari realitas sehari-hari. Ia menyebutkan, kenaikan harga cabai dan daging melebihi angka inflasi yang lebih dari 4 persen. "Berarti apa kalau naruh uang di bank, lama kelamaan daya beli kita mengecil itulah kenapa berpikir investasi," ujar dia. (Amd/Ahm)

3.4 Edukasi Tentang Pentingnya Investasi Di Indonesia


Investasi sangat penting dalam upaya pengatasan kemiskinan di Indonesia. Kesadaran berinvestasi perlu mulai ditumbuhkan oleh masyarakat Indonesia melihat potensi dan manfaat yang dapat didatangkan dari berinvestasi, diantaranya dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Beberapa upaya mulai dilakukan oleh pemerintah maupun beberapa kelompok tertentu dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berinvestasi. Salah satu usaha yang mulai dilakukan adalah sosialisasi akan pentingnnya investasi kepada para mahasiswa oleh PT MNC Asset Management memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai pasar modal, salah satunya terkait pentingnya berinvestasi sejak dini kepada mahasiswa Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

Kunjungan ini merupakan kegiatan pertama yang dilakukan oleh mahasiswa di Kantor MNC Asset Management. Chief Executive Officer (CEO) MNC Asset Management Frery Kojongian menyambut baik kedatangan mahasiswa yang menunjukkan besarnya minat keingintahuan generasi muda dalam mempelajari reksa dana. "Saya bangga ada mahasiswa Andalas jauhjauh datang berkunjung ke kantor, ini sangat luar biasa. Ini hal yang baik yang harus diapresiasi dan harus kita dukung dengan memberikan edukasi mengenai reksa dana, supaya jumlah investor muda bertambah banyak,” katanya di Jakarta kemarin.

Dirinya pun berharap, dengan kegiatan ini generasi milenial dapat terus berinvestasi reksa dana ataupun saham. Menurut dia, kegiatan serupa akan diagendakan secara berkala sebagai upaya memfasilitasi kebutuhan dari kaum akademisi mempelajari instrumen investasi reksa dana. Kegiatan seperti ini juga untuk merealisasikan imbauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam meningkatkan angka literasi keuangan di kalangan masyarakat. "Mudah-mudahan bermanfaat dan ilmu yang kami sharebisa diinfokan kembali kepada keluarga dan kerabat mereka di tempat tinggal masingmasing,” ujarnya. Frery menambahkan, kegiatan serupa akan diagendakan secara berkala sebagai upaya memfasilitasi kebutuhan dari kaum akademisi mempelajari instrumen investasi reksa dana.

“Kegiatan seperti ini juga untuk merealisasikan imbauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam meningkatkan angka literasi keuangan di kalangan masyarakat,” tuturnya. Sementara itu, di Bandung PT MNC Asset Management mengajak Asosiasi Bankir Bandung menjadikan investasi sebagai gaya hidup. Branch Manager MNC Asset Management Bandung Joelia Ratna Sari mengatakan, dengan mengaplikasikan perencanaan keuangan dan investasi melalui reksa dana, maka tak sulit bagi masyarakat untuk merealisasikan financial freedom dalam hidup. “Sebenarnya saya yakin sudah banyak yang mulai menyadari pentingnya berinvestasi, mengetahui tentang reksa dana, manfaat dan keuntungannya. Hanya saja, tidak semua memiliki semangat untuk mempraktikkannya,” katanya.

Lebih lanjut Joelia mengungkapkan, MNC Asset Management berbagi semangat investasi kepada peserta dari Asosiasi Bankir Bandung yang hadir. “Di sini kami menunjukkan kepada para peserta actionnya dalam berinvestasi di reksa dana,” ujarnya. (sumber: koran-sindo.com)




BAB IV PENUTUP


4.1 Kesimpulan


Berdasarkan penulisan makalah diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.      Permasalahan kemiskinan di Indonesia masih menjadi salah satu permasalahan penting di Indonesia. Tingkat kemiskinan di Indonesia masih lebih tinggi dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia, timor leste, singapura, dan Thailand.
2.      Meskipun mempunyai potensi yang sangat besar, tingkat investasi di Indonesia masih belum dapat dinilai cukup.
3.      Sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya investasi untuk mengatasi masalah kemiskinan dinilai sangat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya investasi.

4.2 Saran


Dari penulisan makalah ini, penulis memiliki beberapa saran diantaranya:
1.  Masyarakat perlu menyadari tentang betapa pentingnya investasi sejak dini, tidak hanya untuk diri sendiri akan tetapi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia secara aggregate.
2.  Pemerintah diharapkan untuk lebih sering mengadakan sosialisasi dan edukasi tentang investasi, terutama di daerah – daerah yang masih minim tingkat investasinya.



DAFTAR PUSTAKA